Karya SMADA: The Way of Love

     Hujan mengguyur kota Bandung sore ini. Pohon-pohon dan rumput didepan rumahku tampak tersenyum bahagia karena sekian lamanya tidak menikmati rintikan hujan sejak beberapa bulan lalu, tetapi tidak bagiku. Namaku Meyra dan aku benci hujan. Dibalik jendela ini, ditemani secangkir coklat panas kesukaanku dan lirik lagu “Location Unknown” hujan lagi-lagi mengingatkanku padanya. Namanya Arka, Seseorang yang menjadi titik dimana rindu ini tertuju. Seseorang yang telah meluluhkan hatiku dan menghancurkannya sekaligus.

     Ditengah hujan waktu itu, aku dan Arka berdiri didepan deretan kelas tempat aku duduk dibangku SMA. Aku bermadsud menunggu hujan reda, tetapi ia malah bermain air di sampingku lalu mencipratkannya kepadaku. Argh!! bodohnya aku malah terpancing untuk mengejarnya sampai ke tengah lapangan basket sekolah dan akhirnya aku justru kehujanan akibat kesalahanku sendiri. Hujan itu seakan menjadi saksi betapa bahagianya kita saat itu.

     Kenangan-kenangan indah mulai kami kita lewati bersama dan tanpa sadar aku telah mencintainya. Dia telah meluluhkan hatiku dan aku telah termakan oleh kata-kata manisnya. Kedekatanku dengannya Hampir diketahui seluruh teman-teman SMA ku baik dari adik kelas hingga kakak kelas.

     “Cie… lagi deket nih sama Arka” ucap Rena, sahabatku sambil cengar cengir.

     “Apaan sih Ren, biasa aja kali”

     “Gimana mau biasa aja, orang lu dari tadi senyam-senyum mulu kek abis kesambet jin   tomang”

     “Hehe, namanya juga orang kasmaran. Masa lo nggak seneng sih ngeliat temen lo bahagia?”

     “Iya, iya” Rena balas menatap sinis.

     Arka memang murid kelas 11 yang famous di SMA ku. Mulai dari adik kelas, kakak kelas, hingga guru-guru pasti mengenalnya. Ia famous bukan karena karena ketua OSIS ataupun ketua organisasi-organisasi lain. Melainkan karena prestasinya di bidang olahraga yang cukup membanggakan. Perlombaan atletik, basket, hingga karate pernah dimenanginya. Juga sekaligus masuk kedalam golongan most wanted di sekolahku karena parasnya yang tampan, tubuhnya tinggi semapai, dan keren yang menjadi idaman setiap siswi di SMA ku.

     Tetapi, julukan itulah yang memancing sindiran-sindiran yang berasal dari pengagum fanatik Arka, terlebih lagi dari para mantan-mantannya dulu. Para penentang kedekatanku dengan Arka mulai menunjukkan ketidak-sukaannya padaku. Setiap aku berjalan di koridor, kantin, hingga saat upacara bendera pun selalu ada yang menyindirku secara blak-blakan.

     “Itu yang deket sama si Arka?”

     “Arka kok mau-mau aja sih sama cewek kek gitu?”

     “Tampang pas-pas an, famous juga enggak, berani beraninya deket-deket sama Arka”

     “Masa nggak tau apa, kalo mantannya pada bidadari sekolah semua?”

    Aku mencoba untuk mengabaikannya, tetapi lama-kelamaan perkataan mereka mulai mengganggu pikiranku. Apakah aku tidak pantas untuk Bersama Arka? Apakah hanya perempuan yang cantik, tinggi, dan famous saja yang boleh didekatnya? apakah salah jika aku mencintainya? Tak ada pilihan lain, aku harus menguatkan diri, aku harus sabar, setiap keputusan pasti selalu ada resiko bukan?, Aku telah memutuskan untuk mencintainya dan aku harus siap untuk menerima resiko nya.

    Tetapi sayangnya setelah kejadian-kejadian itu malah membuat Arka menjauh dariku. Tak ada lagi dering telpon yang kutunggu, tak ada lagi notifikasi chat Whatsapp darinya, tak ada lagi candaannya yang selalu lucu. Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba dia menjauh? Apakah selama ini dia hanya bermain-main denganku? Mengapa dia tega pergi tanpa berpamitan disaat-saat terpurukku?

     Hari-hari ku bagaikan langit mendung tanpa kehadiran Arka. Sudah tak ada lagi sindiran-sindiran yang dulu selalu aku dengar setiap harinya. Saat aku duduk terdiam sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaanku di dalam kelas, Rena tiba-tiba masuk ke dalam kelas dengan ngos-ngosan.

     “Mey!!, gue mau ngomong sama lo!”

     “Apa? Duduk dulu gih, kek abis dikejar banteng aja”

Rena kemudian duduk di kursi sebelahku yang kosong.

     “Lo udah tau kabar tentang Arka yang deket sama Sheina anak kelas 10?”

     “Emang kenapa?” balasku yang mulai cemas

     “Mereka jadian” ucap Rena yang berusaha melembutkan suaranya agar tak membuatku sedih.

Aku tersenyum dan tanpa sadar air mata menetes di pipiku.

     “Sabar ya Mey, gue yakin lo pasti bakalan dapet ganti yang lebih baik dari dia”

     Mendengar berita itu serasa membuat hatiku remuk seketika. Hancur berkeping-keping dan aku tak tau bagaimana menyusunnya agar menjadi utuh kembali. Aku sangat membencinya! Mengapa setiap lelaki selalu memberikan harapan tanpa pertanggung jawaban?!! Sekarang aku tak bisa lagi berada di dekatnya, sekarang aku bukanlah siapa-siapa baginya, dan sekarang aku tak berhak lagi untuk peduli dengannya. Dia telah menjadi milik orang lain. Tetapi, mengapa aku sering memergoki nya yang sedang memperhatikanku? Apakah dia masih memiliki perasaan untukku? Apakah dia masih peduli padaku? Tetapi mengapa dia tak pernah mengirim pesan atau menyapaku sekali saja sejak saat itu? Mengapa?

     Aku duduk terdiam di taman sekolah sambil menatap kosong ke depan. Rena tiba-tiba mendatangiku dan duduk disampingku lalu memberi sebotol air mineral padaku,

     “Lo nggak ngantin Mey? Udah 2 mingguan lo nggak pernah ke kantin buat makan siang dan lo pasti dateng kesini waktu istirahat.” Ucapnya.

     “Udahlah Mey…, lupain aja. Arka tu udah nyakitin lo… masih banyak Mey cowo lain yang lebih baik dari dia. Banyak juga yang udah deketin lo, yang bisa lebih ngebahagiain lo. Gausah peduliin Arka lagi, dia nggak sepantesnya dicintai sama cewek sebaik lo” lanjut Rena.

     “Susah Ren, nggak se-gampang itu…” jawabku

     “Lo pasti bisa Mey, lo gk bisa sedih gini terus gk ada kemajuan, lo bakalan makin sakit hati kalau lo masih cinta sama Arka.”

     Hingga hari kelulusan sekolah, tak pernah ada lagi sapaan darinya dan bodohnya aku masih belum bisa melupakannya, stalking akun instagram nya setiap hari, diam-diam mencaritahu kabarnya dari temanku semasa SMA dulu, dan selalu mendoakan untuk kebahagiaannya. Aku merindukannya, merindukan senyumnya, merindukan tawanya, merindukan candaannya, merindukan tatapannya, merindukan semua hal tentangnya. Aku membencinya, tapi aku tak bisa berhenti untuk mencintainya sedetik pun.

     5 tahun pun berlalu. Dan sekarang, terlihat kertas undangan reuni SMA di atas meja hadapanku. Hujan diluar sudah reda sejak 10 menit yang lalu, dan aku masih bingung, apakah aku harus datang? Tapi bagaimana kalau Arka juga datang? Akan jadi lebih sulit lagi untuk melupakannya. Argh!! Tiba-tiba handphone ku berdering dan muncul nama Rena. aku pun mengangkatnya.

     “Hallo Ren?”

     “Lo belum dateng Mey?!! Gimana sih? Kan lo janji bakalan dateng kemaren!!” ucap Rena sambil nge gas.

     “Tapi kan gu- “

     “Pokoknya lu harus dateng, gue tunggu 30 menit lagi! Kalau nggak, gw pecat lo jadi temen gue dan gue ga bakalan mau denger curhatan lo lagi!!”

Biiibb, Renna menutup telponnya.

     “Ck, bisa nggak sih gausah ngancem kek gini” desahku.

     Aku pun langsung berganti baju dan pergi ke ballroom tempat acara reuni diadakan. Setelah memarkir mobil, aku pun turun dari mobil sambil melirik jam tanganku, Aish!! aku telat 30 menit! aku spontan berlari terburu-buru masuk ke dalam ballroom. Aku pun mencari Rena di setiap sudut ruangan. Tiba-tiba terdengar suara laki-laki yang familiar, suara yang selama ini kurindukan.

     “Telat ya?”

     Aku terdiam 3 detik, lalu dengan was-was aku menghadap asal suara itu dan akhirnya menyadari bahwa itu adalah suara Arka. Bibirku tiba-tiba bungkam, aku memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan basa-basinya.

     “I- i- iya” jawabku gugup karena saking lamanya tak berbicara dengannya.

     “Gue mau ngomong sama lo, Mey”

….

     Kami pun saling terdiam setelah 1 menit duduk di kursi taman belakang ballroom. 

     “Gue udah denger semuanya dari Rena” ucapnya tiba-tiba.

Deg! Apa madsudnya? Jangan jangan…

     “Madsud lo?” jawabku pura-pura tak tau.

     “Dulu gue terpaksa ngejauhin lo karna gue takut lo bakalan sakit hati sama sindiran temen-temen, gue takut mereka ngelakuin hal yang lebih buruk ke lo cuma gara-gara gue deket sama lo. Padahal gue masih sayang sama lo waktu itu Mey, dan sampe sekarang gue masih sayang sama lo”

Aku terdiam, “Apa?? Gue gak salah denger kan??!” batinku.

     “Dan sekarang gue mau jawaban dari lo”

Dan sekarang pipiku mulai memerah.

     “Gue juga masih sayang sama lo Ka” jawabku sambil tersenyum bahagia bagaikan rumput dan pepohonan yang terguyur hujan sore tadi.

     Kita pun saling bertatapan lalu tertawa bagaikan pasangan yang paling berbahagia di dunia. Hujan tak selalu buruk, dan pasti akan ada pelangi setelahnya. Kita tak akan mendapat kebahagiaan tanpa merasakan kepahitan dan kesedihan. Aku bersyukur pada tuhan karena dipertemukan olehnya, orang yang menyayangiku tanpa harus menunjukkannya. Rencana tuhan memang sulit untuk kita duga dan terkadang tak masuk akal untuk diterima akal sehat manusia. Tapi aku percaya, bahwa itu nyata adanya.

Penulis : Putri Widiastuti

Editor : Tim Web BIAS SMADA

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *