KARYA SMADA : SECRET SEVENTEEN

Sweet seventeen merupakan momen bahagia yang tak terlupakan bagi kebanyakan orang. Momen bahagia yang menghantarkan seseorang menuju dunia baru yang berbeda dari masa kanak – kanak. Tak sedikit yang merayakannya dengan pesta yang meriah, makan bersama teman, bercanda ria, dan menikmati momen indahnya kehidupan. Bukankah harusnya begitu? 

Tujuh belas tahun, momen di mana rahasia terbesarku, tak akan pernah bisa kuungkapkan. Semua rasa yang selama ini selalu kujaga dan kupupuk agar tidak layu. Kenangan bersamanya yang kuukir dalam hati yang rapuh ini. Senyuman dan uluran tangamu pada hari pertemuan kita dan surat darimu, adalah hal yang takkan kulupakan.

Libur sekolah kala itu, saat aku pindah menuju tempat yang baru. Aku tak mengenal siapapun di sana. Tidak memiliki teman sama sekali. Aku suka bermain, tetapi tak ada satupun anak yang mau menemaniku. Apa boleh buat, aku memang pemalu dan tak pintar berbicara. 

Ibu membawaku ke taman bermain pagi itu, tetapi aku hanya bisa diam dan bersembunyi. Aku tidak memiliki teman sama sekali. Tidak ada yang mau bermain bersamaku, mereka semua sudah memiliki teman masing -masing. Tidak ada yang mau bermain denganku. Itu yang kupikirkan, tapi ternyata aku salah. Kau datang menghampiriku. Suara kecil penuh kepolosan yang masih menggema di dalam kepalaku sampai sekarang. Seorang tubuh kecil yang berdiri didepanku dengan baju yang kotor terkena debu, kaki yang penuh plester luka, serta senyum tulus dengan gigi ompong. Dengan senyum yang sangat lebar dan cerah, kau menjulurkan tangan kecilmu kepadaku dan berteriak.

“Ayo bermain bersamaku!”

Aku terkejut, tak pernah kubayangkan akan ada anak kecil yang menghampiriku dan mengajakku bermain. Aku senang, bahkan terlalu senang sampai aku tak sadar meneteskan air mataku. Dan dengan senyum manisku itu, aku menerima uluran tanganmu dan berkata.

“Ayo!”

Di situlah cerita kita dimulai, masa kecil yang penuh akan permainan, kesenangan, canda tawa, dan tangis ketika terjatuh. Pikiran anak – anak yang polos dan tulus tanpa pernah memikirkan tentang kejamnya kehidupan ini. Kala itu, aku masih belum sadar akan betapa kejamnya scenario hidup yang telah disiapkan untukku. 

Suatu hari ketika matahari sudah hampir tenggelam, aku menangis sekencang-kencangnya di depan rumahnya. Jari – jemari kecilku kotor terkena tanah. Aku telah melakukan sebuah kecerobohan bodoh kala itu. Aku menghilangkan benda paling berharga dalam kehidupanku. Pita merah dari ayahku. Aku panik dan tidak bisa tenang, air mataku terus – menerus mengalir tanpa henti. Satu – satunya benda berharga peninggalan ayahku kini hilang. Keadaan ini membuatku berpikir bahwa hari esok tak akan pernah datang. 

Tanpa berpikir panjang, kau langsung berlari mencari pita merahku di segala tempat. Ibumu mencoba menenangkanku, tetapi tidak bisa. Beliau juga mencoba menelpon ibuku agar bisa menenangkanku. Tetapi aku tetap tidak bisa tenang. Aku terus menangis hingga aku tak sadar bahwa, aku telah tertidur pulas dalam tangisanku. Ketika aku terbangun, aku melihatmu di sampingku. Tanganmu yang terluka, dan kakimu yang kotor. Wajah penuh debu dan pita merah di genggamanmu. Sesaat setelah aku terbangun, aku mulai menangis lagi. Kau terbangun karena suara tangisanku. 

“Sudah, jangan menangis lagi. Lihat, aku sudah menemukan pita merahmu. Jadi berhentilah menangis dan tunjukkan senyummu yang cerah itu padaku,” ucapmu sembari senyum dan memasangkan pita merah itu di rambutku.

“Terimakasih, aku janji aku akan menjaga pita ini agar tidak hilang lagi,” kataku sambil menangis dan berusaha untuk tenang. 

“Tenang saja, kalaupun kau menghilangkannya lagi aku pasti akan menemukannya lagi, hehe” ucapmu penuh percaya diri.

Setelah kejadian itu kita saling menertawakan satu sama lain. Tertawa hingga terlelap bersama dalam tidur yang bahagia. Dan pada saat itu secercah perasaan yang masih belum kuketahui namanya mulai tumbuh dan berakar kuat di hatiku.

***

Waktu berlalu dengan cepat dan tak terasa kami sudah memasuki jenjang SMA. Penampilanku tidak berubah banyak, tetap dengan wajah pemalu dan pita merah dirambutku. Sedangkan penampilannya berubah drastis, ia menjadi primadona di sekolah kala itu. Wajah tampan dengan kepribadian yang disukai banyak perempuan. Karena itu tidak heran kalau dia memiliki banyak penggemar. Bahkan tidak sedikit yang mencoba keuntungan mereka dengan menembaknya. Kurasa hampir setiap minggu selalu saja ada cewek lain yang menembaknya dan berakhir dengan penolakan. 

“Menyebalkan, kenapa cuman kamu yang terkenal di sini. Padahal kita tumbuh bersama dari kecil. Kenapa aku tidak terkenal sepertimu,” gerutuku.

“Ahaha! Ada apa lagi ini? Apa kau sekarang mulai iri dengan ketenaranku? Ahahah.” Ejeknya.

“Aaarrghh, sudah diamlah. Kau tidak pernah tahu rasanya jadi diriku ini.” Jawabku sambil menunjuk diriku sendiri.

“Waaah! Jelas dong, kan aku terkenal tidak seperti dirimu, ahahha,” ejeknya lagi.

“Iya iya. Hish dasar cowok tampan yang giginya ompong,” ejekku.

“Kalau aku cowok tampan ompong, berarti kamu cewek cantik pemalu hahaha,” jawabnya.

 “Sudah diam aku tidak mau mendengar perkataanmu lagi,” kataku dengan muka sebal. 

“Ehm, tapi kita bakalan terus bareng kan sampai tua nanti?” Aku mulai bertanya topik yang lain.

“Pasti dong, kita bakalan terus bareng sampai kita ubanan,” jawabnya dengan sedikit candaan.

“Janji?” tanyaku dengan nada yang memastikan. 

“Iya-iya, aku janji. Lagian kalau aku gak ada nanti kamu gak bisa menjalani hidupmu, ahaha,” jawabnya sambil tertawa mengejekku.

“Ih, ngomong apaan sih. Gak jelas banget,” jawabku.

“Tapi kamu juga janji ya, kalau aku udah gak ada, kamu harus terus semangat menjalani hidup seperti sekarang ini.” Ia berkata sembari mengulurkan jari kelingkingnya.

“Ih kok ngomongnya gitu sih,” jawabku sambil menepis jari kelingkingnya.

“Udah janji aja,” ucapnya dengan mengulurkan jari kelingkingnya lagi.

“Iya-iya, aku janji.” jawabku akhirnya sambil mengulurkan jari kelingkingku.

***

Hari demi hari terlewati begitu saja dengan aktivitas yang sama berulang-ulang kali. Sampai suatu hari ia mulai tidak masuk sekolah dan menghilang tanpa kabar. Sehari, dua hari, tiga hari, bahkan seminggu telah terlewati. Sebenarnya dari dulu ia memang sering bolos sekolah, tetapi tidak dalam waktu yang selama ini. Aku mulai khawatir dan mendatangi rumahnya. Tetapi, hasil yang kudapatkan nihil. Bukan kau yang kutemui, melainkan ibumu. Beliau berkata bahwa kau sedang pergi bermain ke luar kota dengan teman-temanmu. Setelah mendengar perkataan itu dari ibumu aku segera berpamitan dengan beliau dan pulang ke rumah. Aku sangat terkejut dan marah saat itu.

“Dasar cowok gak tau diri. Bisa-bisanya dia pergi main sama temannya dan gak kabari aku sama sekali. Padahalkan besok hari ulang tahunku. Ada yang ingin kusampaikan ke kamu. Arghhh, sialan. Awas aja kalau ketemu, bakal aku pukul kamu sampai bengkak, awas aja kamu!” gerutuku di dalam kamar dengan mengepalkan tanganku dan mulai meninju angin. 

Satu hal yang tak kuketahui saat itu, bahwa di sisi lain di tempatku saat ini. Terdapat seseorang yang sedang berjuang mati – matian melawan hal yang sudah jelas tak bisa ia kalahkan. 

 Keesokan harinya, tepat pada hari ulang tahunku, kau masih tetap tidak muncul juga. Aku marah dan kesal, tetapi di sisi lain aku juga khawatir dengan dirinya. Pikiran yang jelek mulai mendatangiku, tapi kucoba untuk menepisnya dengan pikiran baikku. Suara bel pintu rumah mulai berdering. Kubuka pintu rumahku dan terkejut. Tamu yang datang ke rumahku adalah ibumu. Kupikir beliau datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku, tetapi raut wajahnya sama sekali tidak cocok untuk mengucapkan ‘selamat ulang tahun’. Menurutku raut wajah beliau kala itu, seperti sedang menangis dan berteriak kesakitan. 

Aku menyilahkan beliau masuk dan duduk di ruang tamu. Suasana pada saat itu sangat berat dan suram. Aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi kepada beliau. Sampai akhirnya beliau mulai membuka suara dan berkata 

“Nak, maafkan tante karena sudah membohongimu, sebenarnya anak tante tidak sedang pergi bermain ke luar kota bersama temannya, tetapi ia sedang berada di rumah sakit, Nak,” ucap beliau dengan nada bicara yang gemetar menahan tangis air mata.

“Rumah sakit? Memangnya dia sakit apa Tante? Terus sekarang dia ada di rumah sakit mana Tante?” tanyaku penasaran.

“Dia sudah meninggal tadi pagi, Nak,” jawabnya dengan nada gemetar sedih.

Hening… tidak ada suara apapun yang terdengar di telingaku setelah aku mendengar perkataan ibumu saat itu. Seketika aku tidak bisa berpikir sama sekali. 

“Meninggal? Dia? Dia meninggal? Gi-gimana bisa?” pikirku dalam hati.

Setelah keheningan itu, ibumu memberiku sebuah surat, dan beliau berkata bahwa ini adalah surat terakhir darimu untukku. Setelah memberikan surat beliau berpamitan dan pergi menghilang dari penglihatanku. Aku duduk termenung di kamar dan masih tidak percaya akan kenyataan bahwa kau sudah tiada. Aku berpikir bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk dan aku akan segera bangun sesaat lagi. Atau mungkin ini hanya prank karena aku sedang berulang tahun hari ini. Tetapi semua pikiran itu menghilang sesaat setelah kubuka surat darimu.

Dear, teman masa kecilku

Gimana kabarmu? Rasanya aneh banget waktu aku nulis surat ini buat kamu. Padahalkan biasanya kita bisa langsung ketemuan atau telponan sampai tengah malam. Maaf ya, aku menghilang dan gak kabari kamu sama sekali minggu ini. Aku cuma lagi butuh tidur aja.

Kamu masih ingat gak waktu pertama kali kita ketemu. Waktu itu, aku benar-benar terpesona sama kamu. Seorang cewek cantik pemalu dengan pita merah lucu di rambutnya. Aku sama sekali gak bisa berpikir apapun yang kupikirkan hanya satu hal, aku ingin main sama kamu. Dan sesaat setelah pikiran itu terlintas di kepalaku, aku menghampiri kamu. Mungkin kamu gak bakalan percaya sama aku, tapi sebenarnya waktu akum au bicara sama kamu aku gugup banget. Bahkan setelah aku pulang ke rumah, aku masih merasa gugup dan gak percaya bisa bicara bahkan main sama kamu.

Kamu itu orangnya pemalu, ceroboh, dan cengeng.
Bisa-bisanya kamu kehilangan pita merah kesayangmu itu. Coba kalau semisal waktu itu aku gak nemuin pitamu, pasti sampai sekarang kamu masih nangis di rumahku. Tapi sebetulnya, ada sebuah kebohongan yang selama ini aku tutupin dari kamu. Pita merah yang kamu pakai sekarang itu, bukan pita merah yang dulu kamu hilangkan, tetapi itu pita merah buatanku. Waktu itu aku gak bisa nemuin pita merahmu, dan akhirnya aku buat sendiri pita merahnya. Untungnya aku masih ingat jelas bentuk pitamu. Maaf ya aku ganti pita kesayanganmu sama pita buatanku.

Dari kecil, aku emang udah sering keluar masuk rumah sakit. Tapi, semenjak SMP aku makin sering masuk rumah sakit. Dan waktu SMA penyakitku makin parah. Dan itu alasan kenapa aku sering nggak masuk sekolah. Aku sadar waktuku udah gak banyak lagi. Karena itu, aku berusaha hidup sesukaku. Hidup tenang tanpa beban, dan bisa merasakan ada di sampingmu.

Aku punya rahasia terbesar dalam hidupku yang selalu aku tutupi dari dulu sampai sekarang. Tetapi karena aku gak mau meninggalkan penyesalan selama aku hidup, jadi aku akan kasih tau kamu rahasia terbesarku. Aku sebenarnya suka sama kamu dari pertama kali aku lihat kamu di taman. Awalnya kupikir itu cuma rasa suka karena kelucuanmu. Tetapi, semakin aku dewasa, rasa itu juga semakin besar. Dan aku sadar, bahwa rasa itu adalah rasa suka.

Jujur saja aku sebenarnya tidak mau kamu tahu tentang ini. Karena bagiku, kehadiranku di hidupmu mungkin hanya sebatas numpang lewat saja. Aku tidak mau memberimu harapan yang tinggi, mimpi tentang kehidupan indah dan bahagia sampai ke pelaminan. Karena aku tahu, umurku tidak akan bisa mencapai sweet seventeen.

Apakah dengan surat ini rasa sukaku padamu bisa tersampaikan ya?

Tersampaikan tidak ya?

Semoga rasa sukaku bisa tersampaikan padamu.

Terimakasih ya, sudah mau menjadi teman masa kecilku, sahabat, dan cinta pertamaku di hidupku. Maaf atas ejekan yang kuucapkan padamu. Sebenarnya aku hanya ingin menggodamu saja, ehehe.

Selalu ingatlah janjimu padaku, hiduplah dengan penuh semangat dan berbahagialah selalu. Jangan terlalu lama menangis atau nanti matamu jadi bengkak. Dan selalu tunjukkan padaku senyuman manismu itu. Setelah ini akan datang keseharian hidupmu tanpa diriku. Aku akan tetap menyayangimu di manapun aku kamu berada.

Selamat ulang tahun yang ke-17!!

Dari cowok tampan

Untuk cewek cantik

“Dasar bodoh, harusnya aku yang bilang rahasiaku kepadamu. Aku juga suka sama kamu semenjak kamu bantu aku cari pita merahku yang hilang. Pita merahku ini, akan kujaga sampai kapanpun. Karena ini benda paling berharga bagiku. Karena ini benda peninggalanmu yang terakhir untukku,” teriakan dan tangisan hatiku. 

  • PENULIS : Tsaldia Hukma
  • EDITOR : Tim Web BIAS SMADA

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *