Meong…..
Halo! Namaku Riri, dan aku adalah seekor kucing. Aku diberi nama Riri karena aku sangat suka berlari. Bahkan pemilikku saja tidak bisa mengejarku. Aku bisa berlari menyusuri seluruh ruangan yang ada di rumah pemilikku tanpa henti, sampai-sampai aku lupa caranya tuk berhenti berlari, hehe.
Dulu, aku adalah seekor kucing kecil yang tinggal di dalam kardus kecil di pinggir jalan. Aku tinggal di sana bersama ibuku. Setiap hari ibuku selalu pergi untuk mencari makan. Jika sedang beruntung kami bisa makan hari itu. Namun, jika sedang tak beruntung maka ibuku rela tidak makan demi aku.
Suatu hari, hal yang tak pernah kubayangkan terjadi. Ibuku berjalan dengan Bahagia karena ia berhasil menemukan sepotong daging yang sangat besar. Aku yang menyadari bahwa ibuku sudah dekat, dengan segera mengintip keluar dari dalam kardus. Betapa senangnya aku menyadari bahwa di seberang jalan ada ibuku yang membawa sepotong daging yang sangat besar.
“Yeyy! Sebentar lagi aku bisa merasakan daging yang enak itu,” pikirku. Saat ibuku tengah menyeberang jalan tiba-tiba……BRAKK!!
Kejadian itu berlangsung begitu cepat, sampai-sampai otakku tidak bisa merespon apa yang sedang terjadi. Aku hanya bisa terpaku diam melihat ibuku yang terbaring lemah di tengah jalan setelah ditabrak mobil. Dengan tertatih-tatih dan darah yang bercucuran, ibuku berjalan perlahan ke arahku dengan membawa sepotong daging itu. Ia memberiku sepotong daging itu, dan dengan wajah tersenyum Ia berkata, “Makan yang banyak ya, Nak,” lalu tubuhnya terjatuh dan mati. Orang yang menabrak ibuku segera keluar dari mobil dan pergi menghampiriku. Aku yang ketakutan tanpa pikir panjang langsung berlari keluar dari dalam kardus itu dan pergi menjauh. Beberapa jam kemudian aku memutuskan untuk Kembali ke dalam kardus itu lagi. Saat ku Kembali, tubuh ibuku sudah hilang, tetesan darah diatas jalan sudah tertutupi oleh gundukan pasir dengan taburan bunga di atasnya, dan jiwa ibuku sudah pergi ke alam lain. Kini, yang tersisa dari ibuku hanyalah memori akan kejadian itu dan sepotong daging yang Ia bawakan untukku. Tak pernah kubayangkan bahwa daging ini adalah makanan terakhir yang ibuku berikan kepadaku yang akan kukenang selama sisa hidupku. Sejak saat itu, tiap kali aku melihat mobil yang lewat aku akan ketakutan dan bersembunyi.
Berhari-hari telah berlalu, kesepian kini telah menjadi teman dekatku, suara perut yang keroncongan menjadi musik yang setiap saat terdengar di telingaku, rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang, ketakutan yang selalu menghantuiku, serta rasa haus akan kasih sayang ibuku. Aku sudah pasrah, tubuhku lemas tidak berdaya, pikiranku sudah kacau, kukira saat itu aku akan pergi menemui ibuku, tetapi Tuhan memiliki kehendaknya sendiri.
Hujan mulai turun, aku sudah pasrah akan selaga sesuatu yang akan terjadi padaku. Ketika pandanganku mulai kabur, Ia muncul. Samar – samar kulihat muncul seorang anak kecil dengan seragam SD dihadapanku. Awalnya dia hanya berteduh karena lupa tidak membawa payung hari itu, tetapi setelah melihatku Ia langsung menghangatkanku dan memberiku sosis yang Ia beli sepulang sekolah tadi. Setelah memberiku sosis Ia tersenyum kepadaku dan berkata, “Tenang saja kucing kecil, sekarang kau tidak sendirian lagi, hehe”.
Hujan mulai reda, dengan cepat ia menaruhku ke dalam kardus dan menutupi kardusku dengan badannya agar aku tidak basah terkena hujan. Sesampainya di rumanya, Ia langsung merawatku dan menjagaku. Hari demi hari berlalu dan aku sudah pulih sepenuhnya. Badanku bertambah besar, gerakan ku semakin lincah, dan aku menjadi semakin aktif. Bahkan aku juga mulai jatuh cinta dengan kucing lain.
Aku sangat sayang dengan pemilikku, Ia seperti malaikat penolongku. Ia selalu menjaga dan merawatku, bahkan Ia berusaha menyembuhkan rasa takutku dengan mobil. Walaupun terkadang aku berbuat nakal dan akhirnya kena marah, tetapi Ia tetap menyayangiku dengan sepenuh hati. Selama bertahun – tahun aku dirawat oleh pemilikku. Tak jarang kita melalui susah senang bersama. Rasanya seperti, kita bisa memahami satu sama lain dengan mudah.
Banyak hal telah terjadi di kehidupan kita. Waktu yang terus mengalir tak bisa membohongi. Seberapa kuat keinginan kita untuk bisa bersama dengannya, keinginan itu akan dengan mudah terpatahkan oleh waktu. Hari yang berganti menjadi bulan dan bulan yang berganti menjadi tahun. 16 tahun aku menemaninya, dari Ia duduk di bangku SD hingga ia duduk dipelaminan dan membuat keluarga baru. Semua kenangan yang pernah kita lalui bersama kini mulai berputar kembali di kepalaku.
Tik tik tik tik tik, hari ini hujan turun. Kini, musuhku bukanlah rasa lapar, dingin, ataupun kesepian. Musuhku lebih kuat dan tak bisa kukalahkan. Ia tak pernah berhenti, Ia selalu mengikutiku kemanapun aku berada. Walaupun aku berlari hingga kakiku tak kuat berlari lagi, Ia akan selalu dibelakangku. Waktu, tak akan pernah bisa kukalahkan. Umur yang terbilang tua, dan tubuh yang sudah tak bersemangat seperti dulu. Inilah saat dimana waktu berjalan begitu lambat. Ingin rasanya kuhentikan waktu untuk sejenak, tetapi aku tak mempunyai kekuatan yang bisa mengatur waktu dengan sesuka hati. Suara – suara yang terdengar di telingaku mulai menjauh dan lirih. Detik jam, tetesan air hujan yang turun, serta isak tangis yang tak bisa dipendam lagi. Perasaan yang kurasakan di hari hujan waktu itu terulang lagi. Aku merasa takut dan sedih, aku merasa tidak siap untuk pergi. Tetapi kali ini, aku merasa sedikit lebih berani, karena Ia berada di sampingku, Pemilikku yang selalu setia di sampingku. Aku merasa sangat bahagia karena bisa menghabiskan waktuku dengannya. Kucium pipinya sebagai tanda rasa sayang yang kuutarakan untuk terakhir kalinya. Pandanganku mulai memutih dan kabur, tapi aku merasa bahagia karena aku bisa melihat pemilikku untuk terakhir kalinya.
Di hari yang turun hujan, saat kau menolongku rasanya kematian tak jadi mendatangiku, tapi maaf… kali ini kematian sudah menjemputku. Hari hujan, merupakan hari dimana kita bertemu dan hari dimana kita berpisah untuk selama – lamanya. Aku bersyukur aku bisa melihatmu sampai akhir hidupku. Sekarang aku sudah pergi untuk selama – lamanya. “Tenanglah, di sini aku baik – baik saja bersama ibuku”.
Penulis : Tsaldia Hukma Cita
Editor : Tim Web BIAS SMADA